Penyimpangan hukum Mendel selain terjadi melalui peristiwa interaksi antar alel dan genetik, juga dapat terjadi karena adanya tautan dan pindah silang. Hal ini dikarenakan organisme memiliki jumlah gen lebih banyak daripada jumlah kromosom. Misalnya manusia diperkirakan memiliki 40.000 gen, namum hanya memiliki 22 autosom yang berbeda dan kromosom X serta Y. Oleh karenanya terdapat banyak gen dalam tiap kromosom. Dua kromosom pada kromosom homolog membawa serangkaian gen yang sama, masing- masing membawa satu alel untuk tiap gen. Kromosom homolog dengan alel-alel yang berada di dalamnya mengalami pemisahan secara bebas pada saat meiosis sesuai dengan hukum Mendel mengenai segregasi. Sebaliknya, alel- alel dari gen-gen yang berbeda yang terletak pada satu kromosom yang sama tidak mengikuti hukum II Mendel mengenai pemisahan secara bebas. Gen-gen tersebut mengalami tautan, terlebih gen-gen yang berbeda, namun letaknya berdekatan sehingga dipindahkan secara bersama- sama. Akan tetapi, tautan di antara gen-gen tidak berlangsung terus menerus akibat adanya pindah silang di antara kromosom homolog. Pindah silang menyebabkan terjadinya rekombinasi di antara gen-gen pada sepasang kromosom, seperti yang dijelaskan berikut ini.
Tautan dapat terjadi pada kromosom tubuh maupun kromosom kelamin. Tautan pada kromosom tubuh disebut tautan atau tautan non-kelamin (tautan autosomal). Sedangkan tautan kelamin disebut juga tautan seks.
Tautan Autosomal
Tautan autosomal merupakan gen-gen yang terletak pada kromosom yang sama, tidak dapat bersegregasi secara bebas dan cenderung diturunkan bersama. Penelitian mengenai tautan secara intensif dilakukan oleh Thomas Hunt Morgan. Morgan adalah orang pertama yang menghubungkan suatu gen tertentu dengan kromosom khusus. Untuk penelitiannya, Morgan memilih satu spesies lalat buah. Lalat buah (Drosophila) adalah serangga yang mudah berkembang biak. Dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan keturunan, dan generasi yang baru dapat dikembangbiakkan setiap dua minggu. Karakteristik ini menjadikan Drosophila sebagai organisme yang cocok sekali untuk kajian-kajian genetik. Dalam waktu yang singkat laboratorium Morgan dikenal sebagai "ruangan lalat".
Keuntungan lain dari lalat buah adalah lalat ini hanya memiliki empat pasang kromosom. Tiga pasang kromosom autosom dan satu pasang kromosom seks. Drosophila betina memiliki sepasang kromosom X yang homolog, sedangkan lalat jantan memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y.
Kromosom pada drosophila |
Setelah setahun mengembangbiakkan lalat buah dan mencari individu-individu varian, Morgan akhirnya mendapatkan hasilnya, setelah menemukan seekor Drosophila jantan dengan mata putih yang berbeda dengan mata normal yaitu merah. Fenotip tipe tidak normal untuk suatu karakter seperti mata putih pada Drosophila, disebut fenotip mutan (mutan phenotype) karena karakter-karakter tersebut sebenarnya berasal dari alel tipe normal yang mengalami perubahan atau mutasi .
Lalat drosophila tipe liar memiliki mata berwarna merah |
Di antara lalatnya, Morgan menemukan seekor jantan Mutan dengan mata berwarna putih |
Morgan melakukan pengamatan mengenai bagaiman tautan antargen dapat mempengaruhi sifat karakter yang berbeda. Dalam hal ini, karakter tersebut adalah warna tubuh dan ukuran sayap. Lalat buah tipe mutan memiliki tubuh berwarna hitam dan sayap vertigial (berkerut) yang jauh lebih kecil daripada sayap normal.
Alel-alel untuk karakter-karakter ini diwakili oleh simbol-simbol berikut : B= abu-abu, b = hitam, V = sayap normal, v = sayap vertigial. Morgan melakukan penyilangan testcross terhadap lalat buah betina tubuh berwarna abu-abu dan sayap normal heterozigot (BbVv) dengan lalat buah jantan yang kedua fenotipnya mutan, yaitu tubuh berwarna hitam dan sayap vertigial (bbvv). Hasil penyilangan yang diharapkan adalah empat kelas fenotip keturunan yang kira-kira berjumlah sama, yaitu 1 warna abu-abu sayap normal, 1 hitam vertigial : 1 abu-abu vestigial ; 1 hitam normal. Hasil-hasil yang didapat ternyata berbeda.
Bukti tertaut pada gen Drosophila dilakukan dengan testcross antara lalat buah yang dibedakan dalam dua karakter, warna tubuh dan ukuran sayap. |
Terdapat jumlah yang tidak proporsional antara lalat buah tipe normal (abu-abu normal) dengan mutan ganda (hitam vestigial) di antara keturunannya. Perhatikan bahwa kedua fenotip kini sesuai dengan fenotip kedua induknya.
Morgan beralasan bahwa warna tubuh dan bentuk sayap biasanya diwarisi secara bersama-sama dalam kombinasi yang spesifik karena gen-gen untuk kedua karakter tersebut berada pada kromosom yang sama.
Meskipun kedua fenotip lainnya (abu-abu vestigial dan hitam normal) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan perkiraan berdasarkan hukum pemisahan secara bebas, fenotip-fenotip ini tetap terwakili di antara keturunan hasil persilangan Morgan. Variasi-variasi fenotipik baru ini dihasilkan dari pindah silang, suatu sumber variasi genetik yang akan dibahas pada bagian berikutnya.
Dengan kata lain gen-gen yang diteliti oleh Mendel adalah gen-gen yang tidak bertaut, yaitu gen-gen yang terletak pada lengan kromosom non-homolog (berbeda). Secara kebetulan, tujuh gen yang diteliti oleh Mendel ternyata memang semuanya terletak pada kromosom yang berbeda.
Tautan Kelamin
Setelah Morgan menemukan lalat buah jantan bermata putih, ia mengawinkannya dengan seekor lalat buah betina bermata merah. Hasilnya adalah seluruh keturunan Fa memiliki mata merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa tipe liar (normal) bersifat dominan. Ketika Morgan mengawinkan lalat-lalat Fj ini satu sama lain, ia memperoleh rasio fenotip klasik 3 : 1 pada keturunan F2. Akan tetapi, ada satu hasil yang mengejutkan, yaitu karakter mata putih hanya terdapat pada jantan saja. Seluruh betina F2 memiliki mata merah, sementara setengah dari jantan bermata merah, setengah jantan lainnya bermata putih. Ternyata warna mata pada lalat terkait dengan jenis kelaminnya.
Dari bukti ini dan bukti-bukti lainnya, Morgan menarik kesimpulan bahwa gen yang menyebabkan wama mata putih pada lalat buah mutannya terletak hanya pada kromosom X saja; tidak ada lokus warna mata putih tersebut pada kromosom Y (Gambar 5.17). Jadi betina (XX) membawa dua salinan gen untuk karakter ini, sementara jantan (XY) hanya membawa satu salinan gen. Karena alel mutan resesif, lalat buah betina akan memiliki mata berwarna putih hanya jika menerima alel tersebut pada kedua kromosom X. Hal tersebut tidak mungkin teijadi pada betina F2 dalam eksperimen Morgan. Sebaliknya untuk jantan, satu salinan tunggal dari alel mutan ini menyebabkan mata putih. Karena jantan hanya memiliki satu kromosom X, tidak ada alel tipe liar yang hadir untuk menutupi alel resesif.
Bukti-bukti Morgan bahwa suatu gen tertentu berada pada kromosom X semakin memperkuat teori kromosom mengenai penurunan sifat.
Gen tertaut kelamin (sex linked genes) adalah Jj^nyang terletak pada kromosom kelamin dan sifat yang ditimbulkan gen pada kromosom ini diturunkan bersama dengan jenis kelamin. Kromosom kelamin terdiri dari kromosom X dan y Perempuan memiliki susunan XX dan laki-laki XY. Antara kromosom X dan kromosom Y terdapat bagian yang homolog dan bagian yang tidak homolog. Bagian homolog pada kromosom X dan Y adalah bagian dimana kromosom X dan Y memiliki susunan dan bentuk yang sama. Sebaliknya, bagian yang tidak homolog pada kromosom X dan Y adalah bagian dimana kromosom X dan Y tidak memiliki persamaan baik dalam bentuk kromosom maupun dalam susunan gen. Ada dua jenis gen tertaut kelamin, yaitu gen tertaut kelamin tidak sempurna dan gen tertaut kelamin sempurna. Gen tertaut kelamin tidak sempurna adalah gen-gen yang terletak pada bagian yang homolog. Sebaliknya, gen tertaut kelamin sempurna adalah gen-gen yang terletak pada bagian yang tidak homolog.
Tautan Kelamin
Setelah Morgan menemukan lalat buah jantan bermata putih, ia mengawinkannya dengan seekor lalat buah betina bermata merah. Hasilnya adalah seluruh keturunan Fa memiliki mata merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa tipe liar (normal) bersifat dominan. Ketika Morgan mengawinkan lalat-lalat Fj ini satu sama lain, ia memperoleh rasio fenotip klasik 3 : 1 pada keturunan F2. Akan tetapi, ada satu hasil yang mengejutkan, yaitu karakter mata putih hanya terdapat pada jantan saja. Seluruh betina F2 memiliki mata merah, sementara setengah dari jantan bermata merah, setengah jantan lainnya bermata putih. Ternyata warna mata pada lalat terkait dengan jenis kelaminnya.
Dari bukti ini dan bukti-bukti lainnya, Morgan menarik kesimpulan bahwa gen yang menyebabkan wama mata putih pada lalat buah mutannya terletak hanya pada kromosom X saja; tidak ada lokus warna mata putih tersebut pada kromosom Y (Gambar 5.17). Jadi betina (XX) membawa dua salinan gen untuk karakter ini, sementara jantan (XY) hanya membawa satu salinan gen. Karena alel mutan resesif, lalat buah betina akan memiliki mata berwarna putih hanya jika menerima alel tersebut pada kedua kromosom X. Hal tersebut tidak mungkin teijadi pada betina F2 dalam eksperimen Morgan. Sebaliknya untuk jantan, satu salinan tunggal dari alel mutan ini menyebabkan mata putih. Karena jantan hanya memiliki satu kromosom X, tidak ada alel tipe liar yang hadir untuk menutupi alel resesif.
Bukti-bukti Morgan bahwa suatu gen tertentu berada pada kromosom X semakin memperkuat teori kromosom mengenai penurunan sifat.
Gen tertaut kelamin (sex linked genes) adalah Jj^nyang terletak pada kromosom kelamin dan sifat yang ditimbulkan gen pada kromosom ini diturunkan bersama dengan jenis kelamin. Kromosom kelamin terdiri dari kromosom X dan y Perempuan memiliki susunan XX dan laki-laki XY. Antara kromosom X dan kromosom Y terdapat bagian yang homolog dan bagian yang tidak homolog. Bagian homolog pada kromosom X dan Y adalah bagian dimana kromosom X dan Y memiliki susunan dan bentuk yang sama. Sebaliknya, bagian yang tidak homolog pada kromosom X dan Y adalah bagian dimana kromosom X dan Y tidak memiliki persamaan baik dalam bentuk kromosom maupun dalam susunan gen. Ada dua jenis gen tertaut kelamin, yaitu gen tertaut kelamin tidak sempurna dan gen tertaut kelamin sempurna. Gen tertaut kelamin tidak sempurna adalah gen-gen yang terletak pada bagian yang homolog. Sebaliknya, gen tertaut kelamin sempurna adalah gen-gen yang terletak pada bagian yang tidak homolog.
Gen tertaut kromosom X
Gen tertaut kromosom X adalah gen yang terdapat pada kromosom X. Gen tertaut kromosom X merupakan gen tertaut kelamin tidak sempurna. Pada perempuan yang memiliki susunan kromosom kelamin XX, terdapat sepasang kromosom seks yang benar-benar homolog. Hal ini menyebabkan hukum dominansi dan resesif bagi sifat-sifat yang ditentukan oleh gen-gen tertaut kromosom X pada perempuan sama dengan sifat-sifat yang ditentukan oleh gen- gen pada autosom. Jadi, tidak mengherankan jika sifat-sifat tertaut kromosom X lebih sering diekspresikan pada laki-laki.
Contoh gen tertaut kromosom X adalah buta wama dan hemofilia. Jika pada kromosom X seorang laki-laki mengandung gen resesif buta wama atau hemofilia, sifat ini akan diekspresikan sehingga laki-laki tersebut menderita buta wama atau hemofilia. Sebaliknya pada perempuan jika dia memiliki gen resesif buta wama atau hemofilia hanya pada salah satu kromosom X-nya (heterozigot), dia akan menjadi seorang pembawa (carrier) sifat tersebut, dan secara fenotip merupakan individu normal. Wanita yang memiliki gen resesif buta wama atau hemofilia pada kedua kromosom X- nya (homozigot), perempuan tersebut adalah seorang penderita.
Gen tertaut kromosom Y
Gen tertaut kromosom Y merupakan gen tertaut kelamin sempurna. Gen tertaut kromosom Y dan sifat-sifat yang disebabkannya disebut holandrik, berarti sifat yang diturunkan hanya terdapat pada laki-laki. Pada organisme yang memiliki jenis kromosom kelamin XV, sebagian besar kromosom Y tidak memiliki homolog pada kromosom X. Selain itu gen pada kromosom Y sangat langka. Jika pun ada, gen-gen pada kromosom Y tersebut akan diwariskan dari ayah kepada semua anak laki-lakinya, tetapi tidak pernah diwariskan kepada anak perempuannya. Beberapa sifat yang diperkirakan memiliki lokus pada kromosom Y adalah hypertrichosis atau pertumbuhan rambut pada telinga dan keratoma dissipatum atau penebalan kulit pada tangan dan kaki. Tetapi semua ini masih harus diteliti lebih lanjut untuk membuktikan kebenarannya.
PINDAH SILANG
Gen-gen yang mengalami tautan pada satu kromosom tidak selalu bersama-sama pada saat pembentukan gamet melalui pembelahan meiosis. Gen-gen yang bertaut tersebut dapat mengalami pindah silang. Pindah silang (Crossing over) adalah peristiwa pertukaran gen-gen suatu kromatid dengan gen-gen kromatid homolognya. Peristiwa pindah silang diikuti oleh patah dan melekatnya kromatid sewaktu profase dalam pembelahan meiosis. Pada saat pembelahan meiosis, masing-masing kromosom mengalami duplikasi dan membentuk kromosom-kromosom homolog.
Saat kromosom homolog berpasangan dan membentuk sinapsis, terjadi pindah silang antara dua kromatid yang tidak berpasangan.
Pindah silang yang terjadi antara lokus B dan V mengandung B-V dan b-v yang bertukar tempat. Susunan gen yang diperoleh pada akhir meiosis I adalah BBVv dan bbVv, dan terbentuk empat macam gamet pada akhir meiosig (B-V, b-V, B-v, dan b-v). Gamet B-V dan b-v merupakan kombinasi parental (KP) atau sifat yang terdapat pada induk, sedangkan gamet B-v dan b-V merupakan kombinasi pada induk baru atau rekombinan (RK). Jadi, pada pindah silang terbentuk kombinasi baru (rekombinan). Bagaimana hasil-hasil dari penyilangan Drosophila yang diilustrasikan dalam Gambar 5.15 dapat dijelaskan? Keturunan dari testcross untuk warna tubuh dan bentuk sayap tidak sesuai dengan rasio fenotip 1 : 1 : 1 : 1, sebagaimana diperkirakan seandainya gen-gen untuk kedua karakter ini berada pada kromosom yang berbeda dan memisah secara bebas. Tetapi, seandainya kedua gen ini tertaut secara utuh karena lokus mereka berada pada kromosom yang sama, akan didapatkan rasio 1 : 1, di mana hanya fenotip-fenotip induk saja yang dinyatakan pada keturunannya. Hasil-hasil sesungguhnya tidak sesuai dengan perkiraan-perkiraan yang diharapkan.
Penjelasannya sebagai berikut. Peristiwa pindah silang lebih sering terjadi pada gen-gen yang kekuatan tautannya lemah. Kekuatan tautan ini
Kekuatan tautan antara A-B adalah dua kali lebih erat daripada B-C, dan tiga kali lebih erat daripada A-C. Jadi, semakin kuat kekuatan tautan, semakin sulit terjadi pindah silang. Untuk mengetahui ada tidaknya tautan antara dua gen harus dilakukan testcross (penyilangan yang menggunakan genotip homozigot resesif). Bila kedua gen tersebut memang bertaut satu dengan yang lain, kombinasi parental pasti melebihi 50%. Sedangkan rekombinasi akan kurang dari 50% dari hasil total keturunan.
Besarnya persentase rekombinasi menunjukkan kuat lemahnya tautan antara gen-gen pada kromosom yang sama. Apabila persentase rekombinan besar, berarti kekuatan tautannya lemah.
Dengan menghitung persentase tipe rekombinan di antara keturunan pada peristiwa pindah silang, dapat ditetapkan unit peta. Unit peta adalah jarak antara fren-gen untuk menyatakan posisi relatifnya pada suatu kromosom- Untuk menentukan unit peta antara gen-gen, terlebih dahulu dihitung nilai pindah silang (Nps).
Kebanyakan keturunan memiliki fenotip-fenotip tipe induk. Hal ini menunjukkan adanya tautan antara kedua gen, namun sekitar 17% dari lalat-lalat tersebut ternyata rekombinan. Meskipun terdapat tautan, tampaknya tautan ini tidak sempurna.
Kombinasi parental lebih besar dari 50%, berarti bahwa gen B dan V terletak pada satu kromosom yang sama, demikian juga b dan v. Rekombinasi sebanyak 17% menunjukkan frekuensi pindah silang antara kromatid- kromatid yang terjadi pada waktu pembelahan meiosis.
Dalam penggambaran peta genetis, 1% rekombinasi disamakan dengan 1 unit peta atau 1 Morgan. Jadi, rekombinasi 17% yang didapat tadi menunjukkan bahwa jarak antara kedua gen B dan v adalah 17 satuan peta (s.p).
0 comments:
Post a Comment